The Zone of Interest memang bukan film yang mudah ditonton semua orang. Namun, rasa tak nyaman dan kengerian film itu begitu kental bagi siapa pun yang mampu menangkap maksud sang sutradara.
Jonathan Glazer tidak menulis dan mengarahkan The Zone of Interest dengan cara konvensional. Film itu dikemas dengan pendekatan yang datar, mundane, bahkan nyaris tanpa pembabakan cerita.
Baca Juga: Ramalan angka laut selatan
Gaya Jonathan Glazer itu sangat kontras jika menengok latar cerita. The Zone of Interest memotret kehidupan orang-orang Nazi di dekat kamp konsentrasi Auschwitz, penjara dan saksi bisu pembantaian orang Yahudi.
Eksperimen Glazer tidak berhenti di situ. Ia juga hanya menunjukkan aktivitas Rudolf Hoss (Christian Friedel) sebagai komandan kamp, serta istri dan kelima anaknya.
Baca Juga: seputar liga wanita dunia
Tidak ada sedikit pun potret kehidupan di dalam kamp konsentrasi Auschwitz yang Glazer tunjukkan. Padahal, keluarga Rudolf Hoss dikisahkan tinggal persis di samping kamp tersebut.
Metode eksperimentalis itu ternyata sukses memberi pengalaman menonton film yang baru bagi saya. The Zone of Interest menyajikan tontonan horor tanpa memperlihatkan hantu secara eksplisit.
Kunjungi: Seputar bola indonesia dan luar negri
Kengerian itu terasa sejak film itu mulai diputar. Glazer tiba-tiba saja menggebrak dengan scoring musik yang menyeramkan saat layar masih hitam.
Scoring dan layar hitam polos itu bertahan cukup lama, seolah menjadi jembatan menuju kegelapan yang lebih nyata. Cara tersebut berhasil membuat saya tidak nyaman, bahkan sebelum cerita dimulai.
Baca Juga: Game tranding hari ini
Glazer kemudian menunjukkan kehidupan Rudolf Hoss bersama sang istri, Hedwig Hoss (Sandra Huller), dan kelima anaknya. Interaksi yang terjalin dalam keluarga itu terlihat begitu hangat, penuh tawa bahagia.
Semua terlihat normal di tengah keluarga itu, mulai dari sarapan bersama hingga bertamasya ke sungai untuk berenang dan memancing.
Baca Juga: Rekomendasi termpat bermain tebak angka
Namun, perasaan gelisah muncul di sela-sela kehangatan. Rasa tak nyaman itu bukan datang dari adegan gamblang, tetapi justru melalui sentuhan-sentuhan subtil.
The Zone of Interest meneror penonton dengan suara-suara mengerikan yang datang dari kamp Auschwitz. Suara teriakan tahanan, letupan senapan, hingga ledakan berulang kali ‘hadir’ di tengah aktivitas keluarga Hoss.
Baca Juga: Update seputaran otomotif terbaru
Scoring mengerikan yang menggambarkan suasana ‘neraka’ di kamp Auschwitz itu kian terdengar ketika waktu malam, hingga membuat bulu kuduk semakin merinding.
Pujian memang patut disematkan kepada Glazer untuk visualisasi ini. Ia tidak menunjukkan kebrutalan itu terang-terangan, tetapi ironi dan kengeriannya justru terlihat jelas saat aktivitas keluarga Hoss dijadikan sorotan utama.
Keluarga Hoss itu tetap melakukan aktivitas biasa, walau bangunan tepat di samping rumah mereka menjadi tempat pembantaian. Suasana yang kontras tersebut menjadi gambaran apik tentang betapa jelasnya genosida itu terjadi.
Kunjungi: Tempat destinasi liburan asik bersama keluarga
Glazer juga beberapa kali memperlihatkan itu lewat visual atau dialog. Sebut saja ketika salah satu pelayan mencuci sepatu boots milik Rudolf Hoss yang berlumur darah, atau ketika Hedwig membagikan barang-barang milik tahanan kamp ke pelayannya.
Kegilaan orang-orang Nazi juga digambarkan lewat dialog, seperti saat Rudolf Hoss dan tentara Nazi berdiskusi soal cara kremasi ribuan orang tanpa memikirkan moral maupun nilai kemanusiaan.
Baca Juga: Seputaran gadged Terbaru dan canggih
Meski begitu, harus diakui bahwa dibutuhkan informasi yang cukup untuk memahami konteks cerita The Zone of Interest. Para penonton setidaknya perlu memahami sejarah di balik pembantaian Nazi hingga kamp konsentrasi Auschwitz.
Pemahaman tentang sejarah itu menjadi begitu penting sebagai landasan serta bahan bakar untuk merasakan kengerian perang dan genosida Nazi pada masa tersebut.
The Zone of Interest juga menjadi suguhan yang amat menguji rasa betah penonton. Pendekatan Glazer yang tidak banyak mengembangkan plot dapat memicu penonton terjebak dalam perasaan kebosanan.
Baca Juga: Berita dalam dan luar negri hari ini
Belum lagi pengambilan gambar yang cenderung didominasi long shot dan tanpa diisi banyak pergerakan kamera. Namun, jika tantangan itu bisa teratasi, saya rasa film ini berpotensi memberikan dampak yang besar bagi penonton.
Kualitas The Zone of Interest juga didukung dengan penampilan apik Christien Friedel dan Sandra Huller sebagai pemeran utama. Sandra Huller tampil menawan meski belum melampaui penampilannya dalam Anatomy of a Fall (2023).
Christian Friedel juga nyaris tanpa celah saat memerankan karakter Rudolf Hoss. The Zone of Interest memang tidak terlalu bertumpu kepada akting para pemeran, tapi aksi Friedel tetap layak dipuji.
Baca Juga: Tentang seputaran misteri laut dan ikan
Penampilan Friedel itu ditutup dengan adegan klimaks menjelang akhir cerita. Adegan Rudolf Hoss yang tiba-tiba muntah tersebut berhasil menciptakan sejuta makna tentang respons natural seorang manusia.
The Zone of Interest pada akhirnya menawarkan perspektif baru tentang pembantaian Nazi pada 1940-an yang begitu kelam dan mengerikan.
Film tersebut seyogianya juga patut menjadi pengingat yang masih relevan hingga sekarang, terutama ketika orang-orang mencoba menutup mata di balik aksi genosida yang terpampang nyata.
Related Keyword:
+ There are no comments
Add yours