Los Angeles – Leonardo DiCaprio, yang saat itu masih berusia 19 tahun, memenggal seekor serangga yang ia dapat di depan rumahnya. Raut wajahnya yang kosong berubah drastis saat mendapati serangga tersebut tak bergerak lagi. Ia panik, lalu menangis meratapi kepergian sang serangga dengan teriakannya yang khas.
Tak hanya bagi kritikus, akting total Leo sebagai penyandang keterbelakangan mental di film bertajuk What’s Eating Gilbert Grape itu sukses memukau para penikmat film.
Ya, setelah membuat kagum banyak orang lewat adu aktingnya dengan Robert De Niro di film This Boy’s Life, Leo kembali mengejutkan banyak orang dengan nominasi pertamanya di Academy Awards.
Sebagai aktor, Leonardo DiCaprio memang tidak pernah bermain-main dengan kariernya. Film-film dengan kualitas tinggi macam The Quick and the Dead, The Basketball Diaries, Marvin’s Room, hingga Titanic sukses menjadi jejak keberhasilannya di era ’90-an.
Begitu juga setelah memasuki tahun 2000, ragam film besar seperti Catch Me If You Can, Gangs of New York, The Aviator, The Departed, Blood Diamond, Body of Lies, Revolutionary Road, Shutter Island, hingga Inception membuktikannya sebagai aktor yang serba bisa.
Maka tak heran, keputusan Academy Awards yang belum juga memberinya piala setelah memberi lima nominasi lantas jadi ironi tersendiri. Banyak fans yang mengolok-olok penghargaan tersebut karena dinilai kurang peka terhadap totalitas yang disuguhkan DiCaprio di hampir setiap filmnya.
The Revenant
Setelah gagal membawa pulang piala Oscar atas perannya di film The Wolf of Wall Street, Leonardo DiCaprio memilih untuk tak hadir di ajang Academy Awards ke-87 yang digelar pada 22 Februari 2015 lalu.
Ketidakhadiran Leonardo DiCaprio tersebut bukan lantaran kesal, namun karena sedang mempersiapkan sebuah film bertajuk The Revenant bareng sutradara Alejandro G. Inarritu.
Di filmnya kali ini, DiCaprio rela untuk merasakan derita lahir batin selama kurang lebih delapan bulan. Premisnya juga bukan main berat, yaitu tentang kebangkitan seseorang di situasi yang luar biasa sulit.
“Saya bisa mengurutkan 30 sampai 40 hal tersulit yang harus saya lakukan di film ini. Entah itu berenang di sungai beku, tidur di bangkai hewan, atau menceritakan apa yang harus saya makan di lokasi syuting. Saya berada di kondisi yang sangat dingin dan berkemungkinan besar terkena hipotermia,” ucap DiCaprio saat menceritakan penderitaannya di masa syuting.
Berlatar tahun 1823, The Revenant mengisahkan seorang pemburu bernama Hugh Glass yang nyaris mati diserang beruang grizzly. Dalam kondisi terluka parah, Glass mendapat sejumlah perlakuan mengerikan dari pasukannya sendiri. Ia kemudian bertekad untuk bangkit dan menuntut balas atas apa yang diterimanya.
The Revenant diadaptasi dari novel karya Michael Punke. Bukan keseluruhan, melainkan hanya beberapa lembar dari buku tersebut.
Meskipun berdurasi cukup lama, penulis naskahnya, Mark L. Smith dan Alejandro G. Inarritu ternyata tak terlalu berminat menceritakan sebab musabab terjadinya peristiwa ini. Bak memakai pintu ajaib Doraemon, penonton langsung diajak masuk ke situasi dimana para tokoh utama sedang terdesak oleh serangan para penduduk asli.
Untuk urusan akting, suguhan peran yang dibawakan Leonardo DiCaprio patut diacungi jempol. Ragam ekspresi yang diperlihatkannya mampu membuat penonton merasakan apa yang tengah diperlihatkannya.
Di departemen lain, Alejandro G. Inarritu juga sekali lagi berhasil memberikan tampilan natural dengan tone yang mendukung arah cerita. Ritmenya mampu dijaga sejak awal hingga akhir, layaknya film-film Inarritu sebelumnya. Sebut saja di antaranya Babel, Biutiful, hingga Birdman.
Lalu, apakah film ini mampu mengantarkan DiCaprio meraih Oscar? Dari sudut pandang penulis, jawabannya 80% pasti. Ibaratnya, jika Leonardo DiCaprio adalah dongeng di Hollywood, maka The Revenant kemungkinan besar merupakan klimaksnya.
+ There are no comments
Add yours