Tak ada yang bisa saya tangkap saat menyaksikan Renaissance: A Film By Beyonce selain melihat betapa diva tersebut begitu bebas, lepas, dan menunjukkan kelas sesungguhnya dari sang Queen Bey.
Seperti album Renaissance yang memang tak biasa, konser dan segala cerita di dalamnya juga di luar dari sekadar kisah persiapan sebuah pertunjukan. Dalam konser ini, Beyonce mencurahkan segala kenangan, kerja keras, visi, dan kreatifitas yang rasanya memang tak bisa dianggap remeh.
Baca Juga: Update seputaran otomotif terbaru
Mengutip curhat Beyonce dalam film ini, saga Renaissance memang bagai momentum kelahiran kembali musisi tersebut yang sudah masuk kepala empat.
Namun bila Beyonce mengaku tak lagi mengincar capaian tertentu seperti semasa muda, ia justru semakin menunjukkan kematangan diri dan profesional yang mana itu semua terlihat dari album, konser, dan film Renaissance.
Baca Juga: Rekomendasi termpat bermain tebak angka
Film Renaissance lebih mirip dokumenter panjang alih-alih film konser ini memang tak bisa dilepaskan dari album yang rilis pada Juli 2022 tersebut.
Terlibat sebagai sutradara, penulis, dan produser, Beyonce tak setengah-setengah dalam menggarap film ini. Ia terlihat memperhatikan hingga ke aspek yang sangat detail, seperti arah pencahayaan sehingga memunculkan visual yang ia inginkan.
Beyonce dengan cermat memikirkan alur dan plot narasi yang ditampilkan, musik dan klip konser, arsip footage, klip wawancara, hingga monolog bernilai yang ingin ia narasikan dalam film ini.
Hasilnya, film ini melebihi standar sebuah film konser. Bahkan saya merasa ini terlalu bagus untuk dibilang sebagai film konser. Film Renaissance adalah sebuah pengalaman sinema tersendiri.
Meski begitu, saya memang merasa pengalaman konser yang saya harapkan ada dari film ini sebagai pengganti absennya tur di Asia menjadi terasa agak berkurang. Apalagi mengingat Beyonce terbilang sangat jarang datang ke benua ini untuk tur.
Baca Juga: Game tranding hari ini
Selain itu, film ini terbilang banyak memotong setlist dari Renaissance World Tour demi menyediakan ruang yang cukup untuk kisah lain yang ingin ditampilkan Beyonce.
Namun saya pun tak bisa mengeluh banyak, lantaran Beyonce menawarkan cerita humanis lainnya untuk dinikmati, dan memang saya nikmati betul. Saya sadar mungkin ini cara Beyonce untuk menyajikan film konser yang berbeda dari biasanya.
Saya ingin angkat topi bagi tim editing film ini yang menyusun berbagai gambar dengan presisi dan tajam, lalu menyatukannya dengan ketelitian sempurna. Saya yakin Tom Watson dan tim bekerja sangat keras untuk mewujudkan visi Beyonce yang ada di luar bayangan orang awam.
Saya tak bisa membayangkan ada berapa ribu footage yang dibutuhkan dan dilihat seluruhnya oleh Beyonce serta tim editing film ini untuk dipilih. Bukan hanya dipilih failnya, tapi hingga ke bagian menit ke berapa yang harus dipotong untuk kemudian disambung dengan menit selanjutnya dari fail yang lain.
Sebenarnya sajian seperti ini pernah dilakukan Beyonce sebelumnya dalam dokumenter Homecoming (2019).
Kunjungi: Seputar bola indonesia dan luar negri
Namun mengingat skala Renaissance World Tour jauh lebih besar dan durasi proses pascaproduksi yang kurang dari tiga bulan, saya tak bisa membayangkan betapa tim pascaproduksi bekerja sangat keras untuk film ini.
Hal itu pula yang meyakinkan saya, bahwa perancangan praproduksi film ini bisa jadi benar-benar sempurna dan detail. Visual macam film Renaissance ini pun tak akan bisa terwujud bila sang sutradara tak punya visi yang jelas, tekad kuat, dan ketekunan luar biasa.
Mungkin memang Beyonce hanya ingin terlahir kembali secara bebas, baik secara kreatif maupun sebagai personal, tapi Renaissance justru juga menunjukkan bahwa status diva saja tak cukup untuk seorang Beyonce.
Beyonce sudah di luar dari apa yang bisa dibayangkan manusia awam untuk seorang superstar pop. Beyonce hidup dalam kelas dan standarnya sendiri, yang mana akan sangat jarang ditemui dalam sejarah industri ini.
Baca Juga: Ramalan angka laut selatan
Related Keyword:
+ There are no comments
Add yours