Jakarta, Madame Web ternyata jauh dari kata berhasil dalam mendongkrak kualitas waralaba Sony’s Spider-Man Universe (SSU). Bahkan, film itu menambah beban keterpurukan waralaba Spider-Man versi Sony tersebut.
Saya mencoba mengatur ekspektasi sedemikian kecil sebelum menyaksikan adaptasi karakter dunia Spider-Man itu. Batas toleransi saya adalah Morbius (2022) yang begitu membuat kecewa dan menuai kritik.
Madame Web memang tak seburuk Morbius, atau setidaknya lebih menghibur dari film ketiga SSU tersebut. Namun, film yang dibintangi Dakota Johnson ini juga sama sekali tidak meninggalkan kesan memuaskan.
Kepayahan Madame Web terendus dari berbagai sudut. Penulisan skenario yang buruk, bagi saya, menjadi sumbu utama gagalnya adaptasi Madame Web.
Film itu kelimpungan dalam menuliskan awal mula Cassie Webb (Dakota Johnson) menjadi Madame Web. Cerita transformasi perempuan biasa menjadi pahlawan super itu seperti potongan peristiwa yang disatukan menjadi sebuah kronologi.
Skenario itu pun gagal dalam mengembangkan motif di balik setiap karakter. Saya tidak merasakan pertaruhan yang dihadapi Cassie hingga menemukan jati dirinya sebagai Madame Web.
Kehambaran juga terlihat dari Ezekiel Sims (Tahar Rahim). Ia memang memiliki dorongan yang kuat untuk menjadi jahat, tapi itu tak didukung dengan latar belakang yang kuat dan jelas.
Alih-alih membangun chemistry sebagai trio, Julia (Sydney Sweeney), Anya (Isabel Merced), dan Mattie (Celeste O’Connor) justru lebih seperti tiga perempuan yang luntang-lantung menjadi beban Cassie.
Belum lagi logika cerita yang kerap berubah dan tidak konsisten. Saya kebingungan dalam memahami cara kerja penglihatan masa depan Cassie Webb karena polanya yang tidak jelas dari awal hingga akhir cerita.
Penulisan skenario Madame Web membuat saya tidak menyangka film ini dirilis pada 2024. Film semacam Madame Web rasanya lebih cocok jika beredar pada 2000-an alias zaman pra-kejayaan film superhero.
Kegagalan itu tentu menjadi tanggung jawab Matt Sazama dan Burk Sharpless yang didapuk sebagai penulis skenario. Meski begitu, saya juga mempertanyakan keputusan Sony merekrut duo penulis tersebut.
Matt dan Burk bukanlah nama yang asing dalam waralaba SSU. Mereka merupakan penulis yang sebelumnya mengerjakan Morbius (2022).
Sony ternyata tidak kapok mempekerjakan dua penulis itu meski Morbius menuai gelombang kekecewaan. Duo Matt dan Burk sejauh ini juga belum pernah menghasilkan naskah film yang memuaskan, terutama jika mengingat The Last Witch Hunter (2015) atau Gods of Egypt (2016).
Namun, naskah bukan satu-satunya bagian yang mengecewakan dalam Madame Web. Film itu juga dieksekusi dengan gaya yang kurang memuaskan.
S. J. Clarkson tak mampu menyelamatkan film itu dengan menyajikan tontonan yang, paling tidak, betah untuk disimak dari awal hingga akhir.
Plot hanya melaju dari satu bagian ke bagian berikutnya tanpa merawat kesinambungan. Saya juga kurang nyaman dengan beberapa peralihan adegan yang terasa jomplang dan membuat dahi mengernyit.
Kekecewaan terhadap Madame Web kian terasa ketika menyoroti penampilan para pemeran. Dakota Johnson yang dipercaya memerankan karakter utama kesulitan dalam mengerahkan penampilan terbaiknya.
Aksi Dakota Johnson itu cukup menggambarkan penampilan para pemeran secara keseluruhan. Tidak ada
Chemistry Cassie (Dakota Johnson) dengan para karakter pendukung juga amat disayangkan. Tak ada energi, tak ada ikatan, bahkan sekadar gejolak emosi pun nyaris nihil.
Satu-satunya yang layak diperhitungkan dari Madame Web adalah eksplorasi easter eggs semesta Spider-Man. Film itu memperlihatkan banyak easter eggs yang semuanya berlatar di Queens, tempat kelahiran Peter Parker.
Saya juga sempat dibuat tersenyum tipis saat nama Peter Parker nyaris disebut oleh Mary Parker (Emma Roberts), atau tergelak ketika obrolan Cassie dan Ben Parker (Adam Scott) banyak menyerempet referensi Spider-Man.
Pada akhirnya, Madame Web belum sanggup untuk mengangkat Sony’s Spider-Man Universe (SSU) sebagai waralaba yang layak diperhitungkan. Film itu juga gagal membuka film superhero rilisan 2024 secara berkesan.
Penggemar film live-action dunia superhero rasanya dapat langsung beranjak menantikan rilisan lainnya pada tahun ini, mulai dari Deadpool and Wolverine hingga Joker: Folie a Deux.
Bagi fan Spider-Man yang masih mengharapkan rilisan apik dari waralaba Sony, Kraven the Hunter hingga Venom 3 mungkin dapat menjadi obat penawar yang layak ditunggu hasilnya.
Related Keyword:
+ There are no comments
Add yours